Wajib Tahu! Dana JHT Bisa Dicairkan Buat Beli Rumah Walaupun Belum Berusia 56 Tahun

Program Jaminan Hari Tua (JHT) yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan atau BPJamsostek mendapat banyak sorotan setelah pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 2 Tahun 2022, efektif berlaku 4 Mei 2022. Dengan aturan baru itu, pencairan dana JHT dapat dilakukan setelah usia 56 tahun, meninggal dunia, atau cacat tetap.

Namun perlu diketahui, dana JHT ternyata masih bisa diambil sebagian untuk membeli rumah meskipun pekerja belum memasuki usia 56 tahun. Hal tersebut disampaikan Kepala Biro Humas Kementerian Ketenagakerjaan Chairul Fadhly Harahap seiring polemik pemberlakuan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.

Beleid tersebut membuat JHT dikembalikan kepada fungsinya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN). JHT ini sebagai dana yang dipersiapkan agar pekerja pada masa tuanya memiliki harta sebagai biaya hidup saat sudah tidak produktif lagi.

sumber: wigatos.com

“Meskipun tujuannya untuk perlindungan pada hari tua, yaitu memasuki masa pensiun, atau meninggal dunia, atau cacat total tetap, UU SJSN memberikan peluang bahwa dalam jangka waktu tertentu, bagi peserta yang membutuhkan, dapat mengajukan klaim sebagian dari manfaat JHT-nya,” ujar Chairul.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015, klaim terhadap sebagian manfaat JHT tersebut dapat dilakukan bila peserta telah mengikuti program JHT paling sedikit 10 tahun. Besaran sebagian manfaat yang dapat diambil yaitu 30% dari manfaat JHT untuk pemilikan rumah, atau 10% dari manfaat JHT untuk keperluan lainnya dalam rangka persiapan masa pensiun.

“Skema ini untuk memberikan pelindungan agar saat hari tuanya nanti pekerja masih mempunyai dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jadi kalau diambil semuanya dalam waktu tertentu, maka tujuan dari perlindungan tersebut tidak akan tercapai,” imbuhnya.

Kembali merujuk PP Nomor 46 Tahun 2015 tersebut, Pasal 22 menerangkan bahwa peserta dapat mengambil sebagian JHT untuk membeli rumah jika sudah menjalani masa kepesertaan minimal 10 tahun, dan hanya dapat dilakukan satu kali.

Lebih jauh, pada Pasal 25 dijelaskan bahwa selain berupa uang tunai, peserta bisa memperoleh manfaat layanan tambahan (MLT) berupa fasilitas pembiayaan perumahan atau manfaat lain. Fasilitas pembiayaan perumahan secara tunai dilakukan melalui lembaga keuangan berupa pinjaman uang muka perumahan (PUMP), kredit pemilikan rumah (KPR), rumah susun sederhana sewa (rusunawa), dan pinjaman renovasi perumahan (PRP).

Terkait hal tersebut, lebih jelasnya telah diatur dalam Permenaker Nomor 17 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pemberian, Persyaratan, dan Jenis MLT Dalam Program Jaminan Hari Tua.

“Melalui program MLT ini, tanpa adanya risiko dalam hubungan kerja dan tanpa penambahan iuran, peserta dapat menikmati manfaat tambahan berupa kemudahan kepemilikan perumahan,” ujar Dirjen PHI dan Jamsos Kemnaker Indah Anggoro Putri.

MLT berupa fasilitas pembiayaan perumahan, baik itu rumah tapak maupun rumah susun, dibiayai dari dana investasi program JHT. BPJS Ketenagakerjaan bekerjasama dengan Bank Penyalur dalam menjalankannya.

Dilansir dari Permenaker Nomor 17 Tahun 2021, di dalam Pasal 4 menyebutkan bahwa besaran PUMP yang diberikan kepada peserta maksimal Rp 150 juta. Sedangkan untuk KPR tertuang dalam Pasal 5, dengan besaran KPR yang diberikan kepada peserta maksimal Rp 500 juta.

Adapun untuk memperoleh manfaat layanan fasilitas pembiayaan perumahan, baik PUMP maupun KPR, peserta harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Telah terdaftar sebagai peserta minimal 1 (satu) tahun.
2. Perusahaan tempat bekerja tertib administrasi kepesertaan dan pembayaran iuran.
3. Belum memiliki rumah sendiri yang dibuktikan dengan surat pernyataan bermaterai cukup dari peserta.
4. Peserta aktif membayar iuran.
5. Telah mendapat persetujuan dari BPJS Ketenagakerjaan terkait persyaratan kepesertaan.
6. Memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku pada bank penyalur dan OJK.

Sebagaimana tertulis dalam Pasal 9, peserta mengajukan permohonan PUMP ataupun KPR kepada bank penyalur. Permohonan dilengkapi dengan persyaratan yang diatur oleh bank penyalur dan dilengkapi dengan kartu peserta BPJS Ketenagakerjaan.

Selanjutnya, bank penyalur melakukan verifikasi kelayakan kredit terhadap permohonan. Jika memenuhi persyaratan, bank penyalur meminta persetujuan pada BPJS Ketenagakerjaan untuk memperoleh subsidi bunga.

Suku bunga yang dikenakan kepada peserta untuk PUMP, KPR, dan PRP paling tinggi 5% di atas tingkat suku bunga BI 7 Day Reverse Repo Rate. Kemudian, suku bunga penempatan deposito untuk mendukung penyaluran PUMP, KPR, dan PRP paling tinggi 2% di atas tingkat suku bunga BI 7 Day Reverse Repo Rate.

dilansir dari: kompas.com

Tinggalkan Balasan